Feeds:
Posts
Comments

Posts Tagged ‘kabar’

Kudekap erat bara itu dalam dada. Tak kubiarkan hawa panasnya menyengat keluar. Biar saja aku yang hangus terbakar. Bara yang sebenarnya kuciptakan sendiri, jangan sampai ia menyengat orang lain. Bara yang semakin hari kian besar dan semakin panas. Bara yang jika kuperlihatkan tak akan ada yang bisa menyaksikannya. Bara itu adalah gejolak hatiku sendiri. Tubuhku hampir habis lumat terbakar.

Aku menjadi mengerti mengapa jika seorang yang punya masalah cenderung mengasingkan diri dan menyingkir dari kerumunan orang-orang. Karena sebenarnya ia bukan ingin sendiri, melainkan dia ingin berdialog dengan makhluq ciptaannya sendiri, yaitu masalahnya itu. Dalam kesunyian yang dilihat orang-orang, ada begitu bnyak suara yang menyapa dan berbincang dengannya. Sehingga bahkan suara dari alam nyata begitu samar dan nyaris tak terdengar.

Seorang yang dalam masalah membutuhkan dialog yang sehat. Sebuah dialog yang benar-benar dialog, yaitu kesempatan untuk didengar dan mendengarkan. Dialog yang sebenarnya adalah suatu kesempatan baginya untuk diakui keberadaan dan diperhatikan. Jika dia dibiarkan sendiri, atau selalu mengambil jarak dari orang-orang disekitarnya, maka yang terjadi adalah sebuah kompromi satu arah yang mengakibatkan ketidak seimbangan mental. Stress adalah istilah yang kerap di sematkan orang-orang untuk menggambarkan orang seperti itu.

Apa yang akan terjadi jika hal itu dibiarkan begitu saja. Karena memang tidak akan ada tindakan destruktif yang timbul. Namun sebenarnya itu adalah sebuah langkah pembunuhan diri secara perlahan. Orang yang dibiarkan lebih nyaman dalam dialognya pribadi akan menyebabkan dirinya tidak percaya kepada orang lain di luar dirinya. Dia hanya akan memendam semua masalah dan kehawatirannya itu dalam dirinya sendiri. Semua masalah yang dia lihat akan mendapatkan solusi, namun solusi itupun akan tetap mengendap dan memenuhi kepalanya sendiri sampai dia merasa pusing dan benar-benar lelah. Dan satu akibat yang sangat fatal dari semua itu adalah keengganannya untuk bekomunikasi kepada siapa saja. Karena dia merasa tidak ada lagi guna bicara, toh semua orang tidak akan ada yang mau mendengar dan mengerti keadaannya. Di sinilah saya katakan bahwa separah apa pun depresi seseorang, ketika dia masih mau bercerita keadaan diri dan setumpuk masalahnya, maka dia masih bisa ditolong.

Bagaimana kita akan mengerti benar maksud dan kehendak seseorang yang tidak pernah berusaha untuk mengutarakan maksudnya, baik secara verbal maupun visual. Kita hanya akan bisa meraba-raba dan menebak. Usaha ini bisa menjadi salah satu obat atau bahkan sebaliknya, justru akan menjadi pemicu untuk memperparah keadaan. Ketika perkiaraan kita benar akan keinginannya, maka hal itu akan menjadi pemicu posistif baginya untuk menumbuhkan kembali kepercayaan kepada orang lain. Namun jika sampai keliru, maka yang terjadi adalah semakin terpuruk hatinya yang lemah. Bagaimana sebaiknya, perlakuan dia senormal mungkin. Ajak dia bicara sedekat dan sesering mungkin. Berikan kata-kata positif untuk menumbuhkan keyakinan dirinya pada diri sendiri, dan juga kepada orang diluar dirinya. Karena sebenarnya dia selalu mendengarkan, namun kelemahan hatinyalah yang selalu memberikan stimulus negative dan membawanya pada penangkapan negative yang kemudian ter-olah menjadi sinisme dan apatisme yang akut. Dia menjadi orang yang pasif sama sekali, bahkan jika semakin parah dia tidak akan lagi mempercayai perasaannya sendiri. Meskipun lapar, dia belum tentu makan, sebelum akhirnya dia benar-benar lapar, karena dia begitu apatis dan sinis akan perasaan dirinya.

Syarif_Enha@Kebumen, 2010

Read Full Post »

Kabar Jaman dari  Burung Gagak*

Oleh: Syarif_Enha

Dalam sebuah literatur sufi, dikisahkan suatu hari Allah mengirim malaikat untuk memberi tahu Raja Sulaiman bahwa tugasnya di dunia ini akan segera berakhir; malaikat itu ditugasi untuk mencabut nyawanya. Ketika malaikat menyampaikan berita itu kepadanya, Sulaiman menyatakan ingin mengetahui keadaan dunia sepeninggalnya nanti.

Malaikat itu kemudian kembali menghadap Allah. Allah bersabda, “Baik, Aku beri uluran waktu empat puluh hari bagi Sulaiman. Katakana padanya, selama empat puluh hari itu ia harus mencari tahu apa yang akan terjadi setelah dia meninggal nanti.”

Malaikat itu kembali lagi ke Sulaiman, mengatakan segalanya. Kemudian Sulaiman mencari berita tentang masa depan kehidupan sepeninggalnya. Dia bertemu dengan elang yang berumur dua ribu lima ratus tahun. Setelah mengetahui maksud Sulaiman, maka si gagak mengisahkan perjalanan hidupnya.

“Pada suatu masa aku pernah terjebak dalam musim dingin yang ganas hingga hampir mati. Kebetulan waktu itu aku hinggap pada menara masjid yang terbuat dari emas. Ketika kulayangkan pandangan ke bawah, tampak di masjid sedang dilaksanakan sembahyang jemaat. Para lelaki berjenggot putih berderet di saf terdepan. Yang berjenggot hitam berderet di belakangnya. Dan yang belum berjenggot berderet di saf belakang. Ketika upacara selesai, mereka melihat ke atas, dan melihatku di atas menara. Salah seorang diantara jemaat itu berkata, “Burung malang, tentunya ia kelaparan. Ayo kita potong seekor kerbau, dagingnya kita berikan kepadanya.” Mereka pun menyembelih seekor kerbau, lalu memberikan dagingnya untuk kumakan.

Seratus tahun kemudian, seratus tahun kemudian, musim dingin yang kejam itupun kembali berulang. Aku terbang di suatu negeri asing dan hinggap di sebuah menara masjid yang terbuat dari perak. Waktu itu aku juga menyaksikan ada sembahyang jemaat di Masjid. Lelaki berjenggot hitam berada pada saf terdepan; yang berjenggot putih berda di belakangnya, dan yang belum berjenggot di saf paling belakang. Ketika sembahyang selesai, salah seorang dari mereka melihatku di atas menara, katanya, “Mungkin elang itu kelaparan. Ayo kita sembelih seekor kambing dan kita berikan kepadanya.” Mereka kemudian menyembelih seekor kambing, dan setelah aku makan, akupun terbang berlalu.

Seratus tahun kemudian, datang lagi musim dingin yang dahsat itu. Akupun terbang dan hinggap di sebuah menara masjid yang terbuat dari tembaga. Waktu itu pula sembahyang jemaat tengah berlangsung. Yang berada di saf terdepan adalah para lelaki yang tak berjenggot, dibelakangnya lelaki yang berjenggot hitam, dan terakhir paling belakang adalah para lelaki berjenggot putih. Ketika upacara selesai, salah seorang melihatku diatas menara, katanya lantang, “Lihat itu! Ada elang di atas menara. Ambil bedil! Kita tembak saja ia!” Maka berhamburlah orang-orang mengambil senjata. Menyadari bahaya itu, segera saja aku kabur menyelamatkan diriku yang kelaparan.

“Nah, kamu tentu tahu kesimpulannya. Kembalilah ke kerajaanmu dan terimalah kehendak Allah.” Burung gagak itu mengakhiri kisahnya.

***

Kehidupan di dunia ini bergerak dari satu titik menuju titik yang lain, hingga sampai pada titik akhir. Sulaiman, melalui burung gagak, sebenarnya hendak berkisah kepada kita, perjalanan kita menuju titik akhir adalah perjalanan yang semakin sulit. Perjalanan yang membutuhkan lebih banyak mawas diri dan kehati-hatian.

Sudah terlalu banyak terjadi kekaburan orientasi, lenyapnya pegangan dan juga pondasi, serta hasrat diri yang tak memperhatikan lagi suara hati. Dari mana kita hidup, bagaimana kita hidup, dan untuk apa kita hidup, ternyata tidak lagi memperoleh jawaban dari nurani. Agama dan para ahli di dalamnya, semakin terbelakang dan terpinggirkan, digantikan maraknya kuasa teknologi yang tak berperasaan. Sementara rasa kemanusiaan, semakin tipis dan tersembunyi jauh di dalam bilik hati yang gelap.

Coba kita lihat sekeliling kita. Adakah tanda-tanda zaman itu masih akan kita ingkari. Banyaknya orang miskin yang diacuhkan. Seringnya sedekah dengan begitu banyak perhitungan, dan penghalalan begitu banyak cara untuk mencapai suatu tujuan. Dan apakah, masih ada tersisa di hati kita rasa kasih sayang dan kemanusiaan kepada sesama?

Mari kita memulai untuk mempersiapkan diri. Untuk bisa menyelamatkan diri dan saudara-saudara kita, atau paling tidak, kita tidak termasuk golongan yang binasa dalam kehinaan. Kepada siapa kita akan berlindung, selain kepada Allah SWT.

*Pernah dimuat dalam Majalah Pesan Trend Edisi 2/Mei Th.I/2009

Read Full Post »