Feeds:
Posts
Comments

Posts Tagged ‘manusia’

Sejarah memberikan begitu banyak pelajaran bagi kehidupan manusia di masa yang kemudian. Sejarah menjadi semacam cermin untuk menjadikan langkah manusia menjadi terarah menuju jalan yang benar. dalam kajian sejarah yang dikisahkan Al Qur’an, kita bisa mengambil banyak pelajaran, salah satunya adalah tentang tiga sifat buruk makhluq yang manjadi pemicu keburukan selanjutnya. Atau dalam kata lain, tiga induk sifat buruk yang dimiliki mahkluq.

Pertama, yaitu sifat sombong. Ini adalah sikap buruk yang pertama kami disandang oleh makhluq dalam sejarah Al qur’an yaitu sikap sombong iblis ketika tidak mau bersujud menghormat kepada Adam hanya karena ia diciptakan dari Api, sedangkan Adam diciptakan hanya dari segumpal tanah. Sikap sombong ini melahirkan sikap penolakan kepada perintah Allah, dan berakhir pada laknat Allah yang dijatuhkan kepadanya kelak akan menjadi penghuni pertama Neraka. Dari sikap sombong ini pula kemudian Iblis menggoda manusia untuk membuktikan kelemahan manusia, agar terjerumus bersamanya kelak menghuni Neraka.

Kedua, adalah sifap serakah. Ini adalah induk sikap buruk makhluq yang dinisbahkan kepada Nabi Adam. Adam diperkenankan oleh Allah menikmati apa saja fasilitas yang ada di syurga, apapun saja, kecuali hanya satu, yaitu pohon dan buah khuldi. Namun, meski begitu banyak nikmat yang diberi, Adam tetap tak kuasa menahan diri dari godaan Iblis untuk mendekati dan kemudian menikmati Khuldi. Atas sifat serakahnya itu, maka Adam dilemparkan di belantara bumi yang ganas penuh dengan rintangan dan kesulitan, terus berlanjut hingga anak turunnya. Inilah akibat dari sikap serakah, ia tidak hanya merusak atau berakibat buruk pada diri sendiri, namun sampai pada anak turunnya kelak entah sampai generasi keberapa. Maka dengan menjaga diri dari sikap ini, kita sebenarnya telah menyelamatkan bukan saja diri kita dari kenistaan, namun juga menghindarkan anak turun kita dari akibat buruk sifat serakah tersebut.

Ketiga, adalah sifat iri. Sifat ini tergambarkan dari kisah Habil Qobil. Qobil yang menyimpan rasa iri kepada Habil karena mendapatkan istri yang sebenarnya sangat ia inginkan berujung pada sikap permusuhan dan pada akhirnya Qobil melakukan tindakan jahat dengan membunuh Habil. Inilah peristiwa pembunuhan pertama kali dilakukan dalam sejarah manusia, yang jika ditelusur berujung pada adanya sifat iri dan dengki pelakunya. Jadi jelas sekali bahwa sifat iri ini jika terus dipelihara dapat menumbuhkan sifat buruk yang lain bahkan mampu memunculkan sikap dan perbuatan yang bertentangan atau dilarang oleh agama.

Pada dasarnya, kita, manusia, memiliki potensi untuk terjangkit sifat tiga tersebut. Dan terserah kepada masing-masing kita pula, apakah memeliharanya dan menganak pinakkannya menjadi berbagai keburukan sikap, atau kita akan mengendalikan agar selalu terhindar dari murka Allah. Semoga kita selalu diberikan petunjuk dari Allah SWT untuk dapat menghindari sifat buruk yang merasuk secara halus dalam hati kita. Allahummahdinassiraatal mustaqim…. amin.

Read Full Post »

ILMU HIDUP DARI JAWA

Oleh: Syarif_Enha

Masyarakat Jawa memiliki nilai-nilai khas yang tidak dimiliki oleh masyarakat di luar jawa, terutama dalam budaya dan keagamaannya. Sejarah mencatat bahwa tidak ada agama yang datang ke tanah Jawa dan mendapat penolakan. Masyarakat Jawa membuka tangan lebar-lebar untuk hal baru, namun tetap kukuh dan tidak kehilangan pondasi awal yang mereka pijak.

Babad Tanah Jawi yang saat ini telah mulai banyak ditulis kembali dalam terjemah bahasa Indonesia, menggambarkan bahwa Jawa memiliki akar kehidupan yang sangat terjaga, berawal dari Nabi Adam hingga pada masyarakat Jawa sekarang ini. Alur ini diabadikan dari generasi ke generasi, menjadi sebuah legenda yang memiliki satu alur pakem yang tak membatasi adanya penafsiran ulang. Terlepas dari fakta kebenaran dari legenda tersebut, namun yang jelas ada usaha penggambaran dunia Jawa yang pernah ada. Mengingat tidak ada karya yang bisa lepas sama sekali dari analisa lingkungannya.

Masyarakat Jawa adalah masyarakat yang sangat hierarkis, dari komunitas kerajaan, Abdi Dalem, sampai masyarakat biasa. Meski saat ini batasan hierarki itu tidak lagi kentara meski tidak sama sekali hilang. Penghoramatan kepada seseorang karena kedudukan dan status sosialnya masih sangat kuat.

Di antara penguasa, bangsawan, saudagar dan rakyat, ada satu ruang penghubung dan diisi oleh orang-orang memiliki dua ujung komunikasi, ke bawah dan ke atas. Ke bawah untuk menemukan, menggali dan meramu aspirasi, sedangkan ke atas, mereka mampu menyampaikan dengan sistematik suara-suara yang berasal dari bawah. Inilah ruang yang diisi oleh para pujangga.

Untuk menjadi seorang Pujangga (filsuf) tidak mudah. Dia harus memiliki kakuatan lahir dan batin. Seorang pujangga setidaknya harus memiliki delapan kecakapan, (1) parameswara (ahli bahasa dan sastra), (2) paramengkawi (ahli dalam penciptaan sastra), (3) awicarita (ahli dalam merangkai cerita secara mengesankan), (4) mardawa lagu (ahli dalam tembang dan gending), (5) mardawa basa (ahli dalam merangkai bahasa sehingga menghanyutkan pembaca), (6) mandraguna (ahli dalam merangkai ilmu), (7) nawungkridha (peka perasaan sehingga mampu menangkap maksud orang lain), dan (8) sambegana (sempurna hidupnya).

Dengan delapan kecakapan itu, karya-karya para pujangga dijadikan sebagai sebuah piwulang atau pelajaran bagi masyarakat. Selain karena nilai-nilai yang terkandung di dalamnya adalah piwulangan, juga karena gubahan bahasanya yang menyentuh dan indah.

Salah satu karya para pujangga Jawa adalah tembang macapat. Tembang macapat ini banyak digunakan untuk menulis kitab-kitab jawa pada masa Mataram Baru, seperti Serat Wedhatama, Serat Wulangreh, Serat Wirid Hidayat Jati, Serat Kalatidha, dan sebagainya.Macapat ini berkembang bersama dengan masuknya pengaruh Islam melalui para Sunan. Sehingga tidak heran jika karya-karya para pujangga waktu itu diwarnai dengan nilai-nilai Islam. Macapat menjadi salah satu media dakwah yang paling uatama para Ulama.

Tembang macapat ini memiliki sebelas macam. Kesemuanya melambangkan daur hidup manusia, sejak dalam kandungan hingga masuk dalam bungkus kain kematian. Macapat adalah karya sangat briliant dan aplikatif untuk bisa digunakan mengajarkan tata cara hidup kepada masyarakat.

Adapun kesebelas tembang macapat yang mengajarkan tata cara hidup manusia adalah sebagai berikut:

  1. 1.      Maskumambang

Tembang ini melambangkan bayi yang masih ada dalam kandungan. Mas berarti jabang bayi yang belum diketahui apakah laki-laki atau perempuan karena masih kumambang, yaitu belum lahir, masih dalam kandungan.

Ini adalah masa awal persiapan manusia hidup di dunia. Dimana kedua orang tuanya sangat berperan terhadap kualitas dari si jabang bayi. Perilaku orang tua ketika sang bayi masih dalam kandungan, sedikit banyak membawa pengaruh kepada kualitas dan sifat sang anak.

  1. 2.      Mijil

Mijil berarti kelahiran, yaitu lahirnya jabang bayi ke alam dunia. Yaitu ketika bayi dalam kondisi yang paling lemah sekaligus paling berkuasa, sehingga semua orang di sekitarnya harus mau melayani semua kebutuhannya. Disinilah tantangan orang tua. Mereka harus mampu menangkap atau sasmita dengan kemauan dan keadaan si bayi. Secara tidak sadar, pada masa inilah hubungan batin antara anak dan orang tua itu dibangun.

Dalam penafsiran yang lain yang lebih kontemporer, mijil dapat dimaknai pula sebagai lahirnya sebuah gagasan. Sehingga lahirnya gagasan cemerlang itu bukan akhir, melainkan permulaan, yaitu mula untuk merealisasikannya. Ini mengajarkan kita untuk tidak hanya bicara, namun juga melakukan apa yang kita bicarakan.

  1. 3.      Kinanti

Berasal dari kata kanthi atau tuntun. Bermakna untuk bisa menghadapi dunia, seorang yang masih kecil harus dituntun, diajari dan dididik. Tentu tidak untuk menjadi seperti ayah maupun ibunya, namun menjadi dirinya sendiri yang memiliki satu garis edar kehidupannya sendiri.

Orang tua sebagai guru utama sang anak, harus mampu mengenalkan kepada anak-anaknya tentang hakekat rasa, benda-benda, dan peristiwa, bukan hanya sekedar mengenalkan nama-nama dan identitas. Diajarkanlah tentang dasar-dasar agama, moral dan ilmu pengetahuan. Pada masa-masa ini, orang tua, keluarga dan lingkungan sangat menentukan kuatnya pondasi agama, moral, dan ilmu serta ketahanan mental sang anak.

  1. 4.      Sinom

Berarti masa enom atau muda. Masa muda adalah masa yang paling potensial untuk ngudi atau menuntut ilmu dan pengalaman sebanyak-banyaknya untuk bekal di kesokan hari. Pada masa inilah ditanamkan cita-cita untuk bisa diraih dengan sungguh-sungguh.

Masa ini merupakan masa dimana anak muda ingin memuaskan rasa penasarannya, namun pertimbangan-pertimbangannya sering masih kurang matang. Sehingga peran orang tua yang paling utama selain memberikan dorongan adalah mengarahkan.

  1. 5.      Asmarandana

Artinya, tumbuhnya rasa cinta atau asmara kepada lawan jenis, sebagai sebuah fitrah kemanusiaan yang dikaruniakan Sang Hyang Widi kepada setiap insan. Cinta yang dituntun dengan moral dan keimanan akan menjadi sebuah cahaya yang menerangi jalan keluar dari keruwetan hidup. Mampu menjadi penabur kemaslahatan dunia sekitarnya.

Asmara yang tumbuh dengan perawatan yang benar akan menghasilkan keselamatan, kehormatan, kemuliaan dan kebahagiaan. Namun jika asmara itu dibiarkan tumbuh liar, maka dia akan menjadi sebuah bumerang yang justru akan membuahkan keruwetan, kehinaan dan kenistaan, baik diri sendiri maupun orang-orang sekitarnya.

  1. 6.      Gambuh

Berasal dari kata jumbuh atau sarujuk yang berarti bersatu. Dua insan yang telah sama-sama ditumbuhi asmara harus segera disatukan untuk membentuk satu keluarga. Karena dengan demikian akan menghindarkan dari berbagai godaan dan gangguan. Keluarga itu seperti sebuah serum yang mengendalikan dan mengarahkan arah tumbuhnya asmara itu, agar tetap dalam kerangka tatanan moral dan agama.

Masa ini sangat menentukan, karena sang anak yang kasmaran ini akan membuat sebuah keputusan besar dalam hidupnya. Jika dia salah untuk menentukan pilihan, atau kesusu (terburu-buru) dalam mempertimbangkan, atau keliru dalam menentukan tujuan, maka yang akan ditemui kemudian adalah kepedihan hidup.

  1. 7.      Dandanggula

Menggambarkan kebahagian yang sangat. Dandanggula berarti tempat yang berisi gula. Bermakna tidak ada lain kecuali kebaikan. Oleh karena itulah tidak keliru jika Dandanggula ini menggambarkan kebahagiaan dan kegembiraan.

Dalam fase ini, sang anak telah menjadi orang tua. Semua yang diharapkan telah terwujud. Dari ketercukupan papan, pangan , sandang, keluarga dan momongan. Semua harapan terwujud. Gambaran masa tua pun menjadi sangat indah karena sudah direncanakan begitu rupa dalam kehangatan keluarga yang bersahaja.

  1. 8.      Durmo

Bersal dari kata darma yang berarti memberi. Dengan perasaan ketercukupan maka akan tumbuh keinginan untuk berbagi kebahagian kepada sesama. Ini adalah tahap manusia menyempurnakan hidupnya. Ketika masih muda dan berjuang keras untuk hidup berkeluarga dan bahagia, dia selalu bergulat dengan persoalan yang menuntutnya selalu bersabar. Pada giliran semua sudah tercukupi, maka saatnya dia menyempurnakan dengan brsyukur kepada Gusti Allah Kang Maha Murah, melalui tindak berbagi, berderma kebaikan kepada sesama.

  1. 9.      Pangkur

Berasal dari kata mungkur yang berarti berpaling atau menghindari kadunyan (keduniaan). Pada masa tua jika tidak mampu memalingkan diri dari hawa nafsu dan angkara murka, maka tindak lakunya akan bubrah, alias tidak jelas. Karena semakin dia tua, keinginannya akan semakin aneh-aneh, sehingga banyak menuntut kepada dunia diluarnya, karena energi yang dimilikinya sendiri sudah banyak berkurang. Ini akan berakibat merepotkan orang-orang yang ada disekitarnya, terutama anak-anak dan keluarganya. Disinilah mengapa kadang anak mantu tidak betah tinggal bersama dengan mertua.

Manusia dalam tahap ini harus berusaha memungkuri atau membelakangi kehidupan dunia. Obsesi-obsesi liarnya harus bisa ditaklukkan, dan berusaha memperbanyak amal budi untuk kehidupan berikutnya.

  1. 10.  Megatruh

Dari kata megat ruh, atau terputus nyawanya. Inilah akhir periode perjuangan manusia. Batas akhir dia bisa menambah amal atau memperbanyak taubat.

Megatruh juga bisa dimaknai sebagai sebuah tingkatan makrifat tertinggi, yaitu mati sa jroning urip, kemudian menjadi khusnul khotimah di akhir kehidupannya. Sejatine iku ora ana, seng ana iku dudu.

Terputusnya ruh ini menjadi akhir sekaligus awal kehidupan. Akhir hidup di dunia dan awal kehidupan di alam yang baru. Jika terputus ruh, maka terputuslah semua pertalian dia dengan dunia, hanya tinggal iman, amal dan buah perbuatannyalah akan yang ia bawa serta. Semua sudah bersifat ruhani.

  1. 11.  Pucung

Ini adalah tahap akhir kehidupan manusia, yaitu dibungkus dengan kain mori dipocong untuk kemudian dikuburkan. Pocong memberikan pelajaran kepada manusia-manusia yang masih hidup, bahwa semua di dunia yang dahulu di klaim menjadi miliknya, ternyata tidak ada yang dibawa pulang, kecuali secarik kain yang membungkus dirinya. Hanya amal dan ibadahnya saja yang akan menemaninya dalam kehidupan mendatang, dimana dia harus mempertanggungjawabkan semuanya. Lahir dengan tidak membawa apa-apa, maka meninggal pun dengan tidak membawa apa-apa.

Daur kehidupan seperti dalam tembang macapat itu pasti kita lalui. Dari dalam kandungan hingga mati berkalang tanah. Namun kondisi kita dalam setiap jenjang tidak mesti sama. Ada yang gembira ada yang sedih, ada yang ketercukupan ada yang kekurangan. Ada yang selamat, ada yang tersasar.

Setiap kita menginginkan kehidupan yang bahagia dunia dan akherat. Lahir dari rahim yang sehat, dididik dengan kasih sayang, masa mudanya terarah, pasangan hidupnya saleh dan solehah, keluarganya bahagia penuh kesetiaan, matinya khusnul khotimah.

Namun manusia hanya bisa berencana dan usaha. Barangkali ada saja bayi yang dikandung tetapi tidak diinginkan. Berkali-kali berusaha digugurkan. Sudah lahir diterlantarkan, tidak dituntun, tidak dididik. Ketika anak sudah menggelandang, menjelang muda mulai berbuat onar dan kejahatan. Begitu berhasrat asmara, malah merusak pagar ayu dengan paksa. Sudah tua malah menjadi penggoda pasangan orang lain. Matinyapun karena terlalu banyak minuman keras dan obat-obatan terlarang.

Bagaimanapun juga, perbedaan kondisi dan posisi itulah yang akan menjadikan roda kehidupan itu berjalan. Ada ide yang bergulir, ada rumusan teknis yang dirancang, ada pelaksana lapangan, ada pengawas, ada penilai dan ada pengguna. Semua memiliki satu pertalian. ‘Kekosongan’ bukan suatu cela, namun itu adalah media bagi ‘isi’ untuk memasukinya. Begitu Tuhan menata hidup dalam hukum-hukumnya yang tidak kasat mata namun berjalan begitu rapih.

Yang terpenting bukan kita menjadi seperti apa dalam setiap tahap kehidupan itu, namun seberapa besar usaha kita untuk selalu menjadi yang terbaik dalam setiap daur hidup kita. Tidak terkecuali jika yang terbaik yang bisa kita lakukan adalah tetap bertahan untuk tidak terjatuh dalam kemunduran.

Melalui sebelas tembang macapat itu, kita belajar kehidupan, bagaimana menjadi anak, bagaimana menjadi orang tua, dan lebih lagi bagaimana menjadi manusia. Berusahalah tetap berada dalam tingkat kesadaran dan kewaspadaan. R. Ng. Ranggawarsita, seorang pujangga Jawa, dalam karyanya Serat Kalatida, memperingatkan kepada kita semua,

//Amenangi jaman edan/ ewuh aya ing pambudi/ milu edan ora tahan/ yen tan melu anglakoni/ boya keduman melik/ kaliren wekasanipun/ ndilalah karsa Allah/ begja-begjane kang lali/ luwih begja kang eling lan waspada//

Peringatan Ranggawarsita tersebut tentu sangat relevan dengan perintah Allah dalam Al Qur’an kepada kita semua untuk selalu bersiaga, menjaga diri dan keluarga dari kerusakan hidup yang berbalas neraka.

“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.” (Q.S. At Tahrim: 6).

Salah satu kemahiran seorang menaiki kendaraan adalah berkait dengan penguasaan medan jalan. Semakin sering dia melalui jalan itu, maka semakin mahir dia melaju kendaraannya. Dalam kehidupan, tidak harus kita hidup dan mati berkali-kali untuk bisa menjalani hidup ini dengan benar, tenang, dan gembira. Menimba sebanyak-banyaknya pengalaman dari siapapun dan apapun, adalah kunci bagi kita untuk semakin mengenal lebih dekat tentang hidup.

Akhirnya kita harus menyadari bahwa jiwa atau ruh kita, setidaknya akan melalui lima alam perpindahan, yiatu alam barzah, alam rahim, alam dunia, alam kubur dan alam akherat. Dengan demikian, kehidupan di dunia ini yang kita lalui dengan susah payah, hanyalah satu episode dari beberpa episode hidup kita. Namun satu episode itulah yang akan menentukan kondisi hidup kita pada episode-episode berikutnya. Baik kita berperilaku di dunia, maka baik pula penerimaan kita kelak.  Karenaya, jangan pernah “main-main” dengan kehidupan dunia ini.

Semoga Allah SWT memberikan petunjuk kepada kita semua jalan-Nya yang lurus. Yaitu jalannya orang-orang yang dilimpahkan nikmat atas mereka, bukan jalannya orang-orang yang dibenci lagi berbuat dzalim. Amin.

Referensi:

Karsono H Saputra, 2005, Bahasa dan Sastra Jawa, Wedatama Widya Sastra, Jakarta.

Purwadi dkk, 2005, Ensiklopedi Kebudaya Jawa, Bina Media.

Ratnawati, 2002, Religiusitas dalam Sastra Jawa Modern, Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Jakarta.

Read Full Post »

ADA APA DENGAN KLONING MANUSIA?

Oleh: Syarif_Enha

Kloning dalam satu sisi adalah sebuah prestasi luar biasa yang dihasilkan para ilmuwan. Dalam satu sisi yang lain, kloning menimbulkan kekhawatiran ketika ia kemudian dikembangkan tanpa kendali moral dan agama. Sebuah adagium yang kiranya sangat kita kenal bahwa ilmu tanpa agama adalah buta, agama tanpa ilmu adalah lumpuh. Ada hubungan simbiosis mutualisme antara agama dan ilmu. Kesatuan antara agama dan ilmu akan mampu mewujudkan sebuah produk yang selain bermanfaat bagi manusia, ia tidak akan menimbulkan kemadlorotan. Karena ilmu dan teknologi ada, salah satunya untuk mempermudah hidup manusia, dan agama ada adalah untuk menjaga manusia dari kesesatan.

Kloning manusia adalah sebuah problem lama yang selalu menjadi perdebatan. Dua pihak yang bersebrangan pemikiran mengenai kloning manusia. Kaum moralis dan agamawan, adalah kelompok yang dengan keras menentang adanya kloning manusia. Tentu saja ada alasan yang mendasarinya, bahwa kloning manusia akan merubah kenaturalan manusia itu sendiri, manusia akan berubah menjadi objek, bukan lagi subjek dalam tatanan sosial, karena ia mampu dimodifikasi sedemikian rupa guna memenuhi hasrat intelektual yang selalu haus dengan hal baru. Di khawairkan juga, ketika manusia sudah mampu menciptakan manusia-manusia unggul, dengan bibit yang prima, akan muncul kesenjangan ras, yang akan menimbulkan masalah tersendiri. Sudah cukup sejarah manusia mencatat, pertumpahan darah dan perbudakan, karena adanya paham perbedaan kelas manusia.

Selain itu, dengan adanya kloning manusia, maka manusia telah berarti telah menyaingi Tuhan, sebagai pihak yang memiliki otoritas kekuasaan untuk menciptakan manusia. Dari sini lah mengapa kaum agamawan sangat menentang karena akan mampu membuahkan sebuah pola pikir anti Tuhan, dengan kemampuan manusia sendiri menciptakan manusia. Dari segi medis, dinyatakan bahwa, hasil kloning dalam perkembangannya belum diketahui, dampak apa saja yang akan timbul dari proses kloning tersebut. Sehingga keinginan untuk menkloning manusia adalah sangat menghinakan manusia itu sendiri sebagai bahan percobaan.

Sementara pihak yang merasa bahwa kloning manusia sudah tiba saatnya, melandaskan pada beberapa penelitian empiris yang secara nyata dalam hewan mampu menghasilkan kloning yang mampu bertahan hidup. Selain itu dari dunia medis, kloning manusia sangat dibutuhkan, terutama berkaitan dengan penyediaan organ-organ dalam yang sulit dicarikan ganti, dan ketika proses pencangkokan organ dalam tidak selalu berhasil dan cenderung lebih besar potensial gagal. Dengan kloning maka, orang tidak perlu khawatir akan ketidak adaannya organ dalam, karena dapat diambil dari manusia kloning dari dirinya, sehingga dapat dipastikan organ dalamnya akan cocok.

Menurut Hemat Penulis…….

Kloning manusia adalah tidak sesuai dengan fitrah manusia yang telah tercipta hidup berpasang-pasangan. Dengan adanya kloning, maka seorang wanita bisa mendapatkan anak hanya dari gennya sediri tanpa harus ada laki-laki. Ini akan menimbulkan ketidak seimbangan tersendiri dalam tatanan sosial manusia itu sendiri.

Kedua, bahwa manusia tercipta sebagai mahluk yang paling sempurna, dengan dibekali ilmu dan bahasa. Ketika kemudian manusia menkloning manusia, maka manusia hasil kloning adalah bukan manusia, karena dia alat yang dibuat oleh manusia, sehingga ia menjadi objek ilmu pengetahuan. Ini jelas, akan merendahkan martabat manusia itu sendiri.

Jika dilihat dari segi medis, maka manusia kloning terlahir hanya untuk dibunuh. Ia lahir untuk dapat dimanfaatkan organ tubuhnya agar mampu mempertahankan hidup orang yang mengkoningkan dirinya. Ini adalah pertanyaan besar, jika demikian, apakah manusia kloning lahir hanya untuk mati?

Ini adalah pelanggaran terhadap kemanusiaan. Ketika kloning manusia terjadi, berarti telah melanggar hak anak tersebut. Karena pada dasarnya ia belum tentu ingin dirinya memiliki saudara kloning, karena ketika mereka berdua hidup bersama, sebenarnya adalah satu gen. Kecuali kemudian memang manusia hasil kloning tersebut tidak memiliki hak untuk memilih tidak hidup dari kloning. Ini adalah sebuah bentuk pelanggaran kemanusiaan.

Jadi pada dasarnya, manusia adalah mahluk yang memiliki kemampuan lebih berdasarkan daya kreasi dan eksploitasinya. Seluruh alam diperuntukkan bagi manusia. Seluruh manusia adalah berkedudukan sama, ketika manusia menciptakan manusia, maka akan muncul manusia mengeksploitasi manusia. Ini sangat bertentangan dengan nilai moral dan semua agama yang ada di dunia ini.

WALLAHUA’LAM BISSHOWAB

Read Full Post »

Puasa Manusia Jawa

PUASA MANUSIA JAWA*

Oleh: Syarif_Enha

Puasa merupakan suatu ritual yang dianjurkan untuk dilakukan oleh hampir semua agama dan aliran kepercayaan. Bahkan banyak jenis hewan yang melakukan “puasa” dalam satu rentang hidup mereka. Ular harus mengurung diri beberapa hari sebelum melakukan pergantian kulit. Ulat harus membungkus diri dalam kepompong untuk kemudian berubah menjadi kupu-kupu.

Begitu juga dalam masyarakat Jawa, jauh sebelum agama-agama samawi masuk, telah mengenal istulah tapa, yang artinya kurang lebih adalah upaya pengendalian diri dalam bentuk meditasi untuk mencapai ketenangan batin, mencapai manunggaling kawula lan Gusti, ataupun hanya sekedar praktek kesehatan medis. Pada intinya, tapa ini adalah suatu tindakan untuk mematikan keinginan ragawi untuk bisa menemukan titik ketenangan rohani yang paling inti. Dengan kata lain, tapa atau semedi ini dilakukan untuk pencapaian tingkat kualitas  kemanusiaan yang tertinggi.

Dalam Ensiklopedi Kebudayaan Jawa, Purwadi mengemukakan ada banyak jenis tapa yang dikenal dalam dunia Jawa. Tapa kungkum, tapa mendem, tapa mutih, tapa ngalong, tapa ngeli, tapa ngrame, tapa ngrawat, tapa ngebleng, tapa nggantung, tapa ngidang, dan  tapa pati geni. Semua jenis tapa ini, memiliki spesifikasi tindakan dan tujuan yang berbeda-beda. Seperti tapa kungkum dilakukan dengan menenggelamkan diri sampai batas leher dalam waktu tertentu. Tapa ngrawat, tapa yang hanya makan sayur-sayuran selama tujuh hari tujuh malam. Tapa pati geni, yaitu tapa tidak makan makanan yang dimasak dengan api selama sehari semalam.

Selain berbagai jenis tapa di atas, manusia Jawa juga melakukan tapa yang berhubungan dengan pengendalian jiwa dan anggota badan. Bersamaan dengan tapa, juga melakukan semacam pengorbanan atau zakat yang harus dilakukan untuk menyempurnakan.

  1. Badan, tapanya berlaku sopan santun, zakatnya rajin atau gemar berbuat kebajikan.
  2. Hati atau budi, tapanya dengan rela dan sabar, zakatnya bersih dari prasangka buruk.
  3. Nafsu, tapanya berhati ikhlas, zakatnya tabah menjalani cobaan dalam sengsara dan mengampuni kesalahan.
  4. Nyawa (roh), tapanya berlaku jujur, zakatnya tidak mengganggu orang lain dan tidak mencela.
  5. Rahsa, tapanya berlaku utama, zakatnya suka dan menyesali kesalahan (tobat).
  6. Cahaya (nur), tapanya berlaku suci, zakatnya berhati bening.
  7. Atma (hayyu), tapanya berhati awas, zakatnya berhati selalu ingat.

Setiap bagian tubuh manusia secara fisikpun mesti dikendalikan dengan tapa agar dapat meraih hidup dalam kesempurnaan. Mata, telinga, hidung, lisan, aurat, tangan, kaki, semuanya harus dikendalikan untuk tidak berbuat buruk dan diarahkan untuk bisa melakukan derma kebaikan kepada siapapun. Seperti mata, tapanya dengan mengurangi tidur, lisan dengan mengurangi makan, dan seterusnya.

Sementara itu, ajaran tertinggi pada manusia Jawa adalah manunggaling kawula lan Gusti, sehingga setiap manusia mestinya selalu berusaha untuk mendapatkan pengalaman tersebut. Untuk memperoleh pengalaman tersebut, artinya agar menjadi manusia Jawa yang sejati, orang itu harus melakukan tapa. Menurut Ki Ageng Suryo Mentaram, seorang tokoh Jawa terkenal, setiap manusia harus menjalankan tujuh macam tapa, yaitu:

  1. Tapa Jasad, yakni laku jasmani. Hati agar dibersihkan dari sifat benci dan sakit hati, rela atas nasibnya, merasa dirinya lemah, tak berdaya. Hal ini merupakan tingkah laku yang berada dalam tataran syariat.
  2. Tapa budi, yaitu laku batin atau laku tarekat. Hati harus jujur, menjauhi berbuat dusta, segala janji harus ditepati.
  3. Tapa hawa nafsu, yakni berjiwa sabar dan alim serta suka memafkan kesalahan-kesalahan orang lain. Walaupun kita dianiaya orang lain, lebih baik diserahkan kepada Allah SWT, agar diampuni dosanya.
  4. Tapa brata atau tapa rasa sejati, yakni memaksa diri melakukan semedi, mencapai ketenangan batin (beningbeninge kalbu).
  5. Tapa sukma, yaitu bermurah hati (ambek prama arta) dengan rela ikhlas mendermakan apa yang dimiliki. Jangan suka mengganggu orang lain dan agar dapat mengemong hati orang lain.
  6. Tapa cahaya yang memancarkan (cahya amuncar), yaitu agar hati selalu awas dan ingat, mengerti lahir dan batin, sanggup mengenal yang rumit antara yang palsu dan yang sejati. Selalu mengutaman tindak yang mendatangkan keselamatan, suka membuat terang hati orang yang sedang kesulitan dengan jalan mendermakan tenaga, harta, dan pikiran (ilmunya).
  7. Tapa hidup (tapaning urip), yakni hidup dengan penuh kehati-hatian dengan hati yang teguh, dengan hati yang percaya teguh tidak khawatir terhadap apa yang akan menjadi lantaran yakin akan kebijakan Allah SWT.

Tapa Vs Puasa

Pengertian Puasa dalam Islam sebagaimana kita ketahui adalah menahan diri dari makan dan minum dan segala hal yang memabatalkannya sejak terbit fajar hingga terbenam matahari. Artinya secara syariat, selama kita bisa menahan diri dari semua itu, maka puasa kita sudah dianggap sah. Namun apakah secara nilai, puasa dalam Islam hanya sekedar menahan diri dari makan dan minum saja?

Puasa sebagaimana tujuan awalnya yaitu untuk meningkatkan ketaqwaan individu, maka sudah semestinya memiliki sasaran kualitas yang lebih tinggi daripada sekedar menahan lapar dan dahaga. Puasa harus mampu membentuk diri seorang muslim untuk lebih ikhlas, lebih lembut, lebih rendah hati, lebih mampu mengendalikan emosi, lebih tebal keyakinan imannya, lebih jernih ketulusan jiwanya, dan dampak positif lainnya yang membekas dalam perilaku kesehariannya.

Tapa dalam dunia Jawa yang juga merupakan media latihan batin untuk menyempurnakan tingkat kualitas manusia, memiliki tahap dan tujuan yang hampir serupa dengan puasa. Hanya saja, puasa adalah sebuah perintah Allah yang bersifat transenden dan rahasia antara pelaku dan Allah saja, tapa merupakan upaya manusia sendiri untuk berusaha mencapai tingkatan kualitas manusia yang tertinggi.

Ada kedekatan konsep dalam tataran horizontal dari hasil atau output dari puasa dan tapa, yaitu terciptanya manusia yang memiliki semangat sosial dan berderma kepada sesamanya. Agaknya inilah mengapa Islam dahulu dengan mudah disisipkan oleh para pendakwah wali songo, yang secara intens telah melakukan pencerahan.

Akhirnya, apakah dengan adanya puasa sebagaimana diperintahkan dalam agama Islam yang dianut oleh umat Islam Jawa, meniadakan kegiatan tapa yang sejak dahulu sudah dikenal? Ternyata bagi sebagian kelompok komunitas Jawa, tapa masih menjadi salah satu metode untuk menemukan kedalaman batin. Meski kemudian tapa diistilahkan dengan puasa dan diisi dengan berbagai bacaan wirid. Kita lazim mendengar bagi orang-orang yang ingin mendapatkan ilmu kesaktian, sebelumnya harus mau melakukan puasa mutih, atau puasa ngrawat, ngebleng, pati geni atau apapun, yang tujuannnya untuk mendapatkan kebersihan jiwa sebelum ilmu kesaktian tersebut dipelajari.

Jika ditinjau dari segi sosiologi, maka masalah adanya puasa mutih, pati geni dan sebagainya itu tidak menjadi sebuah persoalan. Dalam satu sisi hal itu bisa dimaknai sebagai satu titik keseimbangan antara manusia dengan alam beserta isinya. Namun jika dilihat dari segi akidah maka hal ini menjadi sebuah persoalan. Adanya tujuan akhir ibadah dan perilaku lain selain untuk Allah SWT adalah syirik.

Barangkali kondisi di atas merupakan warisan para dai penyebar Islam di Jawa yang kita kenal dengan wali songo, karena mengawinkan antara tradisi dan agama. Dan tugas para wali tersebut belum selesai. Tugas kita sekarang, bukan untuk mematikan tradisi, tetapi untuk meluruskan niat. Bahwa puasa sejatinya dalam Islam adalah usaha untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT, dan meningkatkan ketaqwaan kita kepadaNya semata.

*Pernah dimuat dalam Majalah Pesan Trend Edisi 4/Th. I Agustus 2009

Read Full Post »

SEMAR TERNYATA MANUSIA JAWA!*

Oleh: Syarif_Enha

Siapa yang tidak kenal Semar? Paling tidak, orang tahu bahwa semar adalah pimpinan rombongan empat sekawan “Ponokawan.” Ponokawan muncul sebagai pereda bagi keadaan dunia (wayang) yang sedang dilanda oleh gara-gara. Semara dengan ketiga anggota lainnya, Gareng, Petruk, dan Bagong, dengan penampilan aneh, sepintas tugas mereka hanya sebatas pada melucu dan mengurangi ketegangan para penonton yang sudah memuncak di tengah malam.

Namun, jika ditelisik lebih dalam, Ponokawan memiliki peran dan makna yang tidak remeh sama sekali. Bahkan secara filosofis, mereka adalah sejatinya ruh yang hendak disampaikan dalam wayang oleh pak dalang, sejak pengaruh para Sunan.

Menurut para pakar filsafat Jawa, maupun pelaku pewayangan, asal usul Ponokawan selalu terselimuti dan terdapat banyak versi. Menurut Sobirin, seorang yang pernah mendalami dunia wayang di Sanggar Sobo Kardi Semarang, Ponokawan hanya ada pada cerita-cerita wayang di Jawa, yang dikembangkan oleh Sunan Giri dan kemudian dipagelarkan oleh Sunan Kali Jogo.

Mengenai penciptaan Semar, Sobirin bercerita bahwa dahulu Sang Hyang Wenang menciptakan Hantigo berupa telur. Cangkang telur tersebut menjadi Togog, putih telurnya menjadi Semar, dan kuningnya menjadi Batara Guru. Togog bermulut lebar dan jelek, sedangkan Semar berbadan gemuk sehingga tidak jelas apakah dia laki-laki atau perempuan, sementara Batara Guru kakinya lumpuh meski memiliki empat tangan. “itu menunjukkan bahwa manusia itu pda dasarnya tidak ada yang sempurna, masing-masing memiliki ciri. Kesempurnaan hanya milik Tuhan semata.” Jelas Sobirin gamblang.

Secara umum, Semar dikenal sebagai putra Sang Hyang Wisesa yang diberi anugerah Mustika Manik Astagina yang mempunyai delapan daya (tidak pernah lapar, tidak pernah mengantuk, tidak pernah jatuh cinta, tidak pernah bersedih, tidak pernah merasa capek, tidak pernah menderita sakit, tidak pernah kepanasan, dan tidak pernah kedinginan). Kedelapan daya tersebut diikat pada rambut yang ada di ubun-ubun alias kuncung. Semar atau Ismaya juga memiliki beberapa gelar sekaligus, yakni Batara Semar, Batara Ismaya, Batara Iswara, Batara Samara, Sanghyang Jagad Wungku, Sanghyang Jatiwasesa, atau Sanghyang Suryakanta. Ia diperintahkan untuk menguasai alam Sunyaruri (alam kosong) dan tidak diperkenankan menguasai manusia di alam dunia (www.jowo-njawani.blogspot.com)

Karena tidak untuk berkuasa, Semar turun ke bumi menjadi Abdi atau Batur para Kesatria di Jawa. Ada semacam postulat, bahwa kesatria yang dibina atau diabdi oleh Semar pasti akan mencapai ilmu kesatria yang luar biasa. Jika dalam pencarian ada kalangan dan tidak mampu di selesaikan lagi oleh si Satria, maka Semar sendiri yang akan maju. Dan jika Semar sudah marah, dia bisa berubah jadi apapun, wajahnya bisa menjadi tampan dan pada saat itu, tidak ada yang bisa menandingi, bahkan para dewa sekali pun.

”Jadi Semar itu merupakan terjemahan dari motivasi kepandaian, kebijaksanaan, sehingga siapa saja yang termotifasi dan mengikuti, akan menjadi baik dan sakti.” Papar bapak yang mengaku suka wayang sejak kecil itu semangat.

Semar Simbol Wong Cilik

Paul Stange dalam Wasis Sarjono ”Semar Gugat”, menyatakan bahwa dalam banyak hal, Semar sering diidentifikasikan sebagai simbol rakyat (jawa). Pandangan ini muncul karena Semar berbicara ”ngoko”, dagelannya kasar, gayanya urakan, dan perawakannya kasar. Selain itu, lebih subtil lagi, peranan Semar dalam mitologi tersebut (rakyat jawa) memperlihatkan suatu makna bagaimana massa rakyat menyatakan pendapat politiknya.

Semar, sebagaimana rakyat biasa, menyerahkan masalah peperangan dan politik kepada para kesatria. Tetapi, seperti juga massa rakyat, ia akan campur tangan ketika keseimbangan dan penggunaan kekuasaan disalahgunakan oleh mereka yang dipercaya mengembannya.

Biasanya kekuasaan tersembunyi Semar secara moral terletak pada asumsi bahwa siapa pun yang ia ikuti pasti berada dalam kebenaran. Implikasi dari asumsi tersebut adalah bahwa hanya pengemban-pengemban politik yang benar-benar mewakili kebenaran massa rakyat-lah yang akan sukses.

Dalam pengertian tersebut, peran Semar di dalam wayang bisa menjelaskan konsepsi Jawa mengenai hubungan massa rakyat dengan para pengemban kekuasaan ini. Jika kekuasaan disalahgunakan, Semar akan berubah (tiwikromo) dengan kemuliaan penuh dari sifat kedewaan yang tersembunyi. Demikian juga, ketika ketidak adilan sosial terhadap rakyat terjadi secara keras, akan muncul gerakan-gerakan massa untuk menyatakan kekuatan sosial yang seringkali tidak dikehendaki dan dianggap remeh.

Bahkan, Magnis Suseno dalam bukunya ”Kita dan Wayang” menyatakan bahwa Semar adalah ungkapan simbol Tuhan yang mengantarkan para Pendawa atau Kesatria, melindungi mereka, dan kepada siapa mereka (para kesatria dan pendawa) harus berpedoman. Di sini Magnis Suseno seperti hendak mengatakan Vox polpuli Vox Dei (suara rakyat adalah suara Tuhan).

Semar Nenek Moyang Orang Jawa

Damardjati Supadjar menyatakan bahwa tokoh semar adalah asli Jawa. Ia adalah produk local genius asli Jawa., asli Nusantara, yang tentunya berakar dalam pada latar belakang kejiawaan bangsa. Lebih jauh Sobirin menyatakan, memang secara filosofis semar itu gambaran manusia Jawa yang sejati. Sehingga nama Semar sendiri juga berarti samara, yang sangat menggambarkan sifat transcendental setiap tindakan orang Jawa.

Swardi Endraswara menyatakan dalam masyarakat Jawa dikenal pepatah, Wong Jowo nggone semu, papaning rasa, tansah sinamuning samudana. Maksudnya adalah, dalam segala aktifitas, manusia Jawa sering menggunakan simbol-simbol tertentu, segala tindakan menggunakan rasa, dan perbuatannya selalu samar.

Semar dalam wayang Jawa, menunjukkan suatu pengertian yang mendalam tentang apa yang sebenarnya bernilai pada manusia. Bukan rupa yang kelihatan, bukan pembawaan lahiriyah yang sopan santun, bukan penguasaan tata karma, kehalusan, dan sebagainya yang menentukan derajat kemanusiaan seseorang, melainkan sikap batinnya.

Pada tingkat yang lebih harfiyah, menurut Apul Stange, Semar dipandang sebagai nenek moyang pendiri dan pengawal utama pulau Jawa. Ia dianggap manusia setengah dewa yang pertama-tama menaklukkan kekuatan-kekuatan alam sehingga memungkinkan untuk dihuni manusia. Hal tersebut, dilakukan dengan memasang tumbal di Gunung Tidar, gunung yang dikenal sebagai pusat atau pusarnya pulau Jawa di dekat kota Magelang. Dengan demikian, Semar menjadi tokoh pengawal Kejawen sekaligus juga merupkan simbol identitas orang Jawa yang murni.

Filsafat Jawa dan Islam

Menurut Sobirin, pemerhati wayang dan juga seorang muslim yang taat, menyatakan bahwa falsafah Jawa terejawantahkan melalui kesenian wayang sangat klop dan pas dengan ajaran Islam. Sehingga beliau sangat sepakat dengan model dakwah kultural ala Sunan Giri dan Sunan Kali Jaga.

“Jika dakwah meninggalkan budaya, itu sama saja dengan menjajah.” Katanya tegas.

Namun, kenyataan bahwa tokoh Semar di kalangan spiritualis terutama kejawen, dipandang bukan hanya sebagai sosok historis, tetapi justru lebih pada mitologi dan simbolisme, baik tentang Tuhan maupun Rakyat, menjadikan kita sebagai orang-orang awam, perlu berhati-hati. Jangan sampai mitologi-mitologi tersebut yang ternyata juga ada banyak versi, membingungkan atau bahkan mempengaruhi keimanan kita.

Yang mesti kita lakukan adalah menempatkan tokoh Semar sebagai sebuah media edukatif, dengan segala kelebihan budi, karsa, serta kebijaksanaannya, tidak ada salahnya jika kita secara selektif mengadopsi yang terbaik. Dalam dunia pesantren dan santri, ada sebuah adagium yang sangat terkenal yaitu, ambillah yang baik, dan tinggalkan yang buruk. Kiranya dalam menghadapi sebuah mitologi, sikap ini sangat tepat.

*Pernah di muat dalam Majalah Pesan Trend Edisi II/Th.I April 2009

Read Full Post »

HANTU-HANTU

HANTU_HANTU*

Oleh: Syarif_Enha

Konvensi para hantu telah mencapai satu kesepakatan. “Akan selalu menghantui manusia-manusia yang pengecut secara konsisten dan berkelanjutan.” Aturan pelaksana teknis telah berhasil pula dirancang dan ditetapkan melalui undang-undang negeri hantu. Kepada Departemen Penghantuan juga telah menunjuk tiap Dinas Penghantuan di semua daerah untuk segera membuka lowongan bagi para hantu yang akan menjadi tenaga pelaksana di dilapangan.

Salah satu syarat mutlak bagi para hantu yang akan diterima adalah dia harus memiliki perawakan dan wajah yang menyeramkan. Setiap hantu yang nantinya akan lulus akan ditraining  militer selama satu semester, dan harus mau menandatangani kontrak kerja seumur hidup. Sebagai konpensasinya, mereka akan diberi gaji seumur hidup juga plus tunjangan keluarga.

Hari pertama pendaftaran dibuka, formulir sebanyak dua ribu lembar di masing-masing daerah ludes. Bahkan masih banyak ribuan hantu yang datang tapi sudah tidak kebagian.

Hari kedua adalah pengembalian formulir dengan dilengkapi biodata lengkap dan tentu saja foto close up seluruh dan setengah badan. Di luar dugaan, ternyata formulir yang kembali sebanyak 10.000 lembar!

Formulir yang dibagikan telah banyak dipalsukan dan panitia tidak memiliki alat canggih yang bisa mendeteksi kepalsuan formulir. Akhirnya panitia memutuskan semua formulir yang masuk dianggap asli dan semua berhak mengikuti ujian pemberkasan dan tes tertulis.

Dengan persaingan yang sangat ketat, di masing-masing daerah perwakilan telah terseleksi lima puluh hantu yang paling menyeramkan. Sebagian besar yang lolos dari kalangan gondoruwo, kemudian pocong, baru menyusul wewe dan sundal growong.

Satu semester masa pelatihan dimulai. Lima puluh hantu peserta dikarantina dalam sebuah hotel berbintang di ibu kota. Mereka dilatih ilmu kebal mantra, bela diri, tarik suara, dan tidak lupa belajar teater untuk memantapkan karakter yang berpengaruh pada daya magis secara psikologis. Satu materi tambahan yang terbaru dan baru pertama kali ada adalah pelatihan menggunakan make up. Pada awalnya sempat ditolak Dewan Hantu, tetapi karena alasan kepraktisan, akhirnya disetujui.

Para hantu terbaik akhirnya telah selesai menjalani masa training yang menegangkan. Pengalaman yang paling berkesan saat mereka diwawancarai media gosip para hantu adalah ketika simulasi. Seorang hantu menceritakan dengan semangat.

“Saya berdebar-debar saat harus muncul disela-sela kuburan di malam purnama sendirian. Aku bingung saat ada manusia lewat, apa yang harus saya lakukan? Saya akhirnya bersiul. Saat dia menatap ke arah saya, segera saya memasang muka seram, seketika dia lari tunggang langgang. Ha..ha..haa.., saya puas sekali!”

Ternyata, meskipun para hantu lapangan sudah siap beraksi, namun instruksi dari kepala negara hantu untuk segera bergerak tidak kunjung turun. Usut punya usut, ternyata hantu-hantu dari wilayah barat negeri hantu mengajukan judicial review[1] undang-undang perhantuan, mereka menilai UU tersebut melanggar konstitusi negeri hantu, yaitu cita-cita luhur negeri hantu, serta prinsip nondiskriminasi. Saat ini sidang judicial review tengah berlangsung alot di Mahkamah Konstitusi negeri hantu.

“UU ini jelas melanggar konstitusi kita, makanya harus dibatalkan!” Perwakilan dari pemohon menyatakan dengan semangat.

“Apa dasar yang kalian gunakan bahwa UU ini melanggar konstitusi?” Hakim memulai merangkum keterangan.

“Yang Mulia. Pertama, UU ini menyatakan akan menunjuk lima puluh hantu paling seram yang akan ditugasi menghantui dunia manusia. Ini jelas sekali telah terjadi diskriminasi. Bukankah menghantui itu adalah hak dasar setiap hantu? Tidak perduli sundal, wewe atau pocong, bahkan tuyul pun haknya dilindungi. Kedua, UU ini berpotensi menimbulkan dis-integrasi bangsa hantu. akan terjadi perang dingin antar kelompok hantu karena keterwakilan yang tidak proporsional dalam pasukan elite lima puluh itu.” Sejenak kemudian diteruskan.

“Ketiga, UU ini jelas telah bertentangan dengan visi misi konstitusi negeri hantu, yaitu menjauhkan manusia dari Tuhannya agar beralih menyembah dan memuja kita dengan berbagai sesaji.” Beberapa hantu peserta sidang yang hadir mengangguk-anggukkan kepalanya tanda memahami.

“UU ini telah mensyaratkan hantu yang masuk dalam kelompok elit lima puluh itu harus menyeramkan. Sedangkan menurut penelitian terakhir yang sudah dijadikan titik dasar tiap kebijakan negeri hantu, bahwa metode menghantui manusia dengan keseraman, justru semakin mendekatkan diri mereka pada Tuhan-tuhannya.” Beberapa hantu yang hadir sempat kaget tak mengerti. Tapi pemohon terlanjur menutup keterangannya.

“Dengan demikian, UU ini baik secara landasan filosofis serta sosiologisnya, tidak relevan dan bahkan secara yuridis bertentangan dengan konstitusi negeri hantu. Oleh karena itu, kami memohon kepada majelis untuk membatalkan UU Penghantuan tersebut.” Selesai bicara, pemohon duduk di barisan hantu-hantu pemohon yang diwakilinya, diiringi tepuk tangan meriah. Terlihat mereka berseri-seri karena yakin menang.

“Baiklah, setelah dari pihak pemohon menyampikan alasan-alasannya, silahkan pihak pemerintah selaku perumus UU ini untuk mengemukakan alasan-alasan pembelaannya.” Hakim memberikan kesempatan kepada pihak pemerintahan hantu bicara. Dengan tenang seorang hantu berseragam pegawai negeri berdiri.

“Terimakasih yang Mulia. Sepertinya para pemohon ini adalah perwakilan dari kelompok hantu-hantu konservartif. Data yang anda sajikan memang benar, tetapi cara baca yang anda gunakan terlalu sempit. Memang, menakuti manusia dengan keseraman justru mendekatkan mereka pada Tuhan-Tuhannya. Tetapi persoalannya bukan pada itu.” Hantu perwakilan pemerintah itu mengangkat sebuah map. Kemudian melanjutkan bicara.

“Kami bawakan satu hasil penelitian terbaru dari Departemen Litbang. Penelitian ini menyatakan bahwa saat ini manusia sudah banyak yang melupakan Tuhan. Tidak lagi percaya dengan hal-hal yang mistik dan sakral, termasuk kita. Hal ini karena kemajuan ilmu fisika, tata ruang dan juga ekonomi. Mereka saat ini justru menjadikan ilmu-ilmu kuno itu sebagai tuhan baru” Ditebarkannya pandangan ke seluruh hadirin sidang. Banyak hantu-hantu yang terperangah. Mereka tertarik dengan bukti yang dibawanya.

“Jika anda hanya menampak bayang-bayang, dengan cekatan manusia justru akan menjadikan anda bahan penelitian. Jika anda mengobrak-abrik wilayah mereka, segera rumus-rumus fisika dan geologi akan menjelaskannya. Kemajuan ekonomi membuat daerah desa menjadi maju seperti kota yang tertata rapat dan semua sudutnya terang. Tidak ada lagi kesempatan untuk para tuyul-tuyul menyusup.” Ruang persidangan tegang.

“Jadi alasan anda bahwa UU ini bertentangan dengan visi konstitusi negeri hantu, tidak beralasan, karena sejatinya telah terwujud setengahnya, yaitu menjauhkan manusia dari Tuhannya. Dan mereka telah melakukan sendiri. Dengan adanya pasukan yang dilatih dengan serius ini, maka kita akan mewujudkan tujuan konstitusi yang kedua, yaitu membawa mereka menyembah dan menghamba pada kita. Karena kita akan menjadikan ke-limapuluh hantu terpilih itu sangat kuat. Sehingga tidak mudah dijadikan objek kajian manusia.” Dengan mantap dijelaskannya secara runtut. Para hadirin ada yang bertepuk tangan gembira.

“Kemudian soal kekhawatiran dis-integrasi bangsa hantu, kita telah banyak belajar kepada manusia. Sebagaimana kita rintis, kita akan buat sistem otonomi daerah, tiap daerah memiliki kebebasan untuk mengembangkan diri. Kemudian kita akan swastakan semua badan usaha milik negeri hantu, sehingga persaingan sehat dan kompetitif terjadi. Kita bangun juga semangat individualistis, dan kita kikis semangat komunal yang rentan pada provokasi.”

“Berarti dengan pembentukan pasukan elit lima puluh ini, justru merupakan langkah mengembalikan kebanggaan negeri hantu. selain itu, hantu-hantu yang lain tidak usah bersusah-susah terjun ke bumi untuk menghantui lagi. Sudah terwakili oleh pasukan elit kita, yang hasilnya sudah bisa dijamin beres. Jadi sangat tidak beralasan jika dikatakan ini sebagai langkah dis-integrasi. Justru ini akan membawa negara kita betul-betul menuju negara berkesejahteraan. Welfare State![2] Tepuk tangan bergemuruh di ruang sidang, mengiringi hantu perwakilan pihak pemerintah kembali ke tempat duduknya.

Setelah mendengarkan argumen dari kedua belah pihak, hakim ketua mengerutkan dahi, tanda berpikir keras untuk memutuskan. Dua hakim lain di samping kiri dan kanannya, hanya menggeleng-gelengkan kepala saat dilirik. Akhirnya hakim ketua memutuskan, program pasukan elit akan tetap dijalankan. Permohonan pembatalan UU Perhantuan ditolak. Proses peradilan selesai. Tidak lagi ada upaya hukum apa pun. Para hantu pemohon dari wilayah barat, hanya terdiam. Mereka sepertinya tidak senang dengan keputusan itu. Bagi mereka keadilan tetap belum ditegakkan.

***

Presiden negeri hantu selaku kepala negeri hantu segera mengeluarkan instruksi agar aksi pasukan elit segera dimulai. Kelimapuluh pasukan elit disebar ke seantero jagat manusia. Di setiap benua masing-masing diturunkan sepuluh hantu. Mereka harus menjadi hantu yang paling menakutkan bagi manusia. Pasukan elit diharuskan lapor kepada Jenderal Besar pasukan hantu di pusat kota hantu setiap akhir tahun. Pasukan elit baru memperoleh cuti satu bulan setelah bertugas tiga tahun.

Pada tahun pertama, ketika laporan berlangsung, Sang Jenderal dibuat terkaget-kaget dengan kondisi anak buahnya.

Pertama kali datang sepuluh pasukan elit dari benua Amerika.

“Lapor Jenderal. Kedatangan kami di Amerika ditolak oleh hampir semua Gubernur Wilayah. Katanya mereka tidak menerima hantu-hantu yang buruk rupa. Tetapi setelah kami berunding, akhirnya kami disarankan berubah diri menjadi seperti ini Jenderal.”

Pasukan dari Amerika membuka topeng gondoruwo sundal dan wewenya. Ternyata mereka telah berubah menjadi hantu-hantu yang gagah dan cantik-cantik. Tetapi dimulut mereka jika tersenyum, ada taring yang menyeramkan. Mereka telah menjadi drakula!

“Baiklah, tidak mengapa, saya bangga dengan kreatifitas kalian.” Sang Jenderal setelah kaget sejenak bisa menerima kondisi mereka. Tidak lama kemudian datang rombongan pasukan elit hantu dari Afrika.

“Jenderal, kami semua ditolak di setiap negara manusia. Mereka ternyata lebih takut kehidupan yang dipenuhi kemiskinan dan kelaparan. Bahkan kematian selalu menghantui mereka, sehingga kami di sana hanya diacuhkan saja. Bahkan sering kami ditantang untuk membunuh mereka sekalian saja. Tetapi akhirnya kami migrasi dan menemukan negeri yang disebut Mesir. Di sana kami menemukan banyak boneka yang dijadikan totonan. Akhirnya kami jadikan rumah saja dan berhasil. Sekarang kami sudah menjadi mumi hidup seperti ini.”

Mereka juga melepas topeng-topengnya. Kini tubuh mereka seperti boneka orang yang rapuh berbalut kain panjang yang melilit. Jenderal hanya termenung, tidak habis pikir. Bagaimana mungkin, mengapa manusia bisa takut pada sesuatu yang menyedihkan seperti itu?

“Baiklah, kalian lebih tahu apa yang terjadi. Inisiatif kalian saya hargai. Berikutnya!” mendengar perintah Jenderal. Sepuluh pasukan dari Australia menghadap.

“Lapor Jenderal. Di Australia kami tidak menampak dalam wujud nyata. Wujud kami di sana tidak penting. Karena ternyata yang paling menakutkan orang-orang di Australia adalah issu. Sehingga kamipun berubah menjadi kabar-kabar hantu yang tidak jelas, yang selalu menaburkan rasa khawatir dan ketakutan pada mereka.” Kemudian mereka berubah menjadi kepulan-kepulan asap, ada yang membentuk bom, ada yang menggambarkan ledakan, pesawat terbakar dan sebagainya. Dengan begitu mereka bisa merasuk dalam kepala setiap orang di Australia dan membuat mereka tidak berani keluar rumah.

“Oh, tidak apa-apa. Kalian telah berusaha dengan baik. Pasukan Eropa mana?” pasukan Elit Eropa datang. Betapa kaget Jenderal melihat kondisi pasukannya yang compang-camping dan banyak luka dan bengkak di sana-sini.

“Apa yang terjadi pada kalian?”

“Maaf Jenderal. Kami dari Eropa tidak banyak yang bisa kami lakukan. Manusia betul-betul hebat luar biasa. Mereka telah berhasil menciptakan mesin penghisap hantu. sehingga sepanjang hari, kami hanya berlari kian kemari untuk menghindar.”

Sejenak Jenderal terdiam.

“Baiklah, jangan khawatir. Setelah ini akan ada evaluasi. Sehingga mungkin nanti akan ada pelatihan tambahan atau juga bisa dilakukan rolling wilayah.” Mendengar penjelasan Jenderal, mereka bersorak gembira.

“Terakhir. Mana pasukan dari Asia?” Jenderal menebar pandangan ke seluruh pasukan yang hadir.

Semua pasukan saling pandang. Tak satu pun dari mereka yang mengetahui kabar pasukan elit di Asia. Kontak dengan radar yang dipasang dengan teknologi tercanggih mereka sudah tidak bisa. Kesepuluh pasukannya tidak terdeteksi di manapun di benua Asia. Jenderal curiga kalau mereka lari keluar daerah karena tidak sanggup menyelesaikan tugasnya. Akhirnya, jenderal memutuskan untuk mengutus empat puluh pasukan elit yang lain untuk melacak keberadaan kesepuluh pasukannya yang hilang.

“Kalian semua, sekarang turun, cari mereka sampai dapat. Saya khawatir mereka dalam bahaya. Jika ternyata mereka membangkang, tangkap! Mereka akan dihukum berat!” Tegas Jenderal dengan berapi-api. Dalam kondisi marah, wajah jenderal membuat keder semua pasukan hantu. Terlalu mengerikan.

Untuk memudahkan pencarian, mereka melakukannya secara bergerombol, menyisir dari negara ke negara agar tidak ada tempat yang lepas dari pantauan mereka. Pertama kali mereka memasuki wilayah Timur tengah, namun karena kepanasan, mereka hanya sekilas, dan menuju ke Cina, ternyata di sana tengah musim salju. Tidak kuat dingin, mereka melanjutkan segera ke Jepang. Sebenarnya Jepang cukup nyaman, tapi mereka diusir oleh para monster luar angkasa yang lebih dahulu menguasai jepang. Dari Jepang mereka ke Singapura, Piliphina, Malaysia dan akhirnya sampai di Indonesia.

“Aneh, kita tidak menemukan mereka di mana pun. Mereka pasti ada di negeri ini. Cari sampai dapat!”

Pemimpin pasukan membagi pasukan menjadi dua-dua untuk menyebar ke seluruh wilayah.

Satu minggu telah berlalu. Semua pohon besar, kuburan tua, bukit-bukit wingit, sampai-rumah-rumah bekas sudah mereka telusuri, tapi tak menemukan siapa pun. Mereka kelelahan, tidak tahu lagi harus bagaimana nanti melaporkan pada Jenderal.

Malam larut, mereka memutuskan untuk istirahat di sebuah pos ronda yang hanya ada dua orang penjaga yang tertidur pulas. Sebuah TV berwarna 14 inc masih menyala. Sambil meregangkan otot, mereka mencoba iseng-iseng menikmati acara TV manusia.

“Hah, itu mereka!” Teriak pimpinan pasukan mengagetkan seluruh anak buahnya. Empat puluh pasang mata pasukan hantu kemudian tertuju pada arah yang ditunjuk sang pemimpin. Layar TV.

Tampak hantu-hantu bersliweran, bernyanyi, berjoget, berpidato, berdiskusi, melawak dan sebagainya.

“Mereka banyak sekali. rupanya mereka telah beranak-pinak.” Gumam sesosok pocong dari belakang.

Muncul satu wajah hantu salah satu anggota pasukan elit dulu. Memakai jas dan dasi yang elegan. Dengan mantap dia bicara.

“Dengan semangat juang, kita bersama-sama berbuat bagi bangsa kita tercinta.” Selesai bicara, muncul bendera bergambar hantu yang tersenyum. Tidak lama muncul lagi sosok hantu yang lain. Penampilannya tidak kalah keren, dengan mantap dia berkata.

“Anda punya masalah? Ingin selalu bahagia, kaya raya, tidak pernah susah, sampai masuk neraka pun terasa nikmat? Ketik REG spasi HANTU kirim ke 000…!”

Hantu-hantu di pos ronda itu hanya terbengong-bengong, tidak mengerti.

Jogja-Semarang, Desember 2008

* Pernah dimuat Dalam Majalah Pesan Trend Edisi II/Th.I April 2009


[1] Pengujian undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar atau Konstitusi.

[2] Negara kesejahteraan. Negara yang memberikan fasilitas kesejahteraan sosial kepada masyarakat, bukan sekedar sebagai penegak ketertiban.

Read Full Post »